10 fungsi dan kedudukan pancasila
1. Pancasila Sebagai Dasar NegaraDasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
2. Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia. Ideoligi berasal dari kata “Idea” yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita – cita dan logos yang berarti ilmu jadi Ideologi dapat diartikan adalah Ilmu pengeertian – pengertian dasar. Dengan demikian Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dimana pada hakekatnya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran Bangsa Indonesia. Pancasila di angkat atau di ambil dari nilai-nilai adat-istiadat yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia, dengan kata lain pancasila merupakan bahan yang di angkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia.
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia yaitu yang dijadikan pedoman hidup bangsa Indonesia dalam mencapai kesejahteraan lahir dan batin dalam masyarakat yang heterogen (beraneka ragam).
4. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia. Menurut Von Savigny bahwa setiap bangsa punya jiwanya masing-masing yang disebut Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa. Pancasila sebagai jiwa Bangsa lahir bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia yaitu pada jaman dahulu kala pada masa kejayaan nasional. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo dalam tulisann beliau dalam Pancasila, yang menyatakan bahwa Pancasila itu sendiri telah ada sejak adanya Bangsa Indonesia.
5. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya Pancasila lahir bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan ciri khas bangsa Indonesia dalam sikap mental maupun tingkah lakunya sehingga dapat membedakan dengan bangsa lain.
6. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur artinya Pancasila telah disepakati secara nasional sebagai dasar negara tanggal 18 Agustus 1945 melalui sidang PPKI (Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia).
7. Pancasila sebagai Sumber dari segala sumber tertib hukum artinya; bahwa segala peraturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia harus bersumberkan Pancasila atau tidak bertentangan dengan Pancasila.
8. Pancasila sebagai Cita-cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual yang berdasarkan Pancasila.
9. Pancasila sebagai Falsafah Hidup yang Mempersatukan Bangsa Indonesia. Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan Bangsa Indonesia. Karena Pancasila adalah palsafah hidup dan kepribadian Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini paling benar, adil, bijaksana dan tepat bagi Bangsa Indonesia untuk mempersatukan Rakyat Indonesia.
10. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan sesama, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Bahan masukan untuk siswa kelas XII
Sejarah singkat perubahan 7 kata pd sila I
Rumusan I: Moh. Yamin, Mr.
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota
BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan
rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada
tanggal 29 Mei
1945 Mr. Mohammad
Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik
dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu- Peri
Kebangsaan
- Peri
Kemanusiaan
- Peri
ke-Tuhanan
- Peri
Kerakyatan
- Kesejahteraan
Rakyat
Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai
rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh
Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang
dipresentasikan secara lisan, yaitu- Ketuhanan
Yang Maha Esa
- Kebangsaan
Persatuan Indonesia
- Rasa
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan II:
Soekarno, Ir.
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar
negara, di antaranya adalah Ir Sukarno[3].
Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir
Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai
pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul
Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar
negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah
yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti
lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin)
yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut
dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila
Rumusan
Pancasila
- Kebangsaan
Indonesia
- Internasionalisme,-atau
peri-kemanusiaan
- Mufakat,-atau
demokrasi
- Kesejahteraan
sosial
- Ketuhanan
Rumusan Trisila
- Sosio-nasionalisme
- Sosio-demokratis
- ke-Tuhanan
Rumusan Ekasila
- Gotong-Royong
Rumusan III:
Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan
anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses
antara 2 Juni
– 9 Juli 1945, delapan orang
anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan
menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil
tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal.
Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian
dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk
menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam
Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana
terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam
paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan kewajiban menjalankan
syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar[:]
[A.1] kemanusiaan yang adil dan
beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
- Serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang
beredar di masyarakat adalah:- Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan IV: BPUPKI
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen
“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara
resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen
berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang
diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa
perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14
Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan
menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan
dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang
dikenal oleh masyarakat luas.
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
- Dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan V: PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal
dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan
situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus
1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan), di antaranya A. A.
Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi
bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan,
Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula,
wakil golongan Islam, di antaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul
penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka
menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi
keutuhan Indonesia.Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
- Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan VI:
Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin kecil dan
terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta
(RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan
pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI
pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri
mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan
seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara
terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui
pada 14
Desember 1949
oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
Rumusan kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan
keadilan sosial
Rumusan VII:
UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran.
Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung
dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian
yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT[13],
dan NST[14].
Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai
kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan
perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan
dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN
RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950.
Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari
Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
Rumusan kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, …”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan
keadilan sosial
Rumusan VIII: UUD
1945
Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan
menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya
bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat
itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah
satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18
Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan
pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, di antaranya:
- Tap MPR
No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
- Tap MPR
No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
- Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan
IX: Versi Berbeda
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat
rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber
Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia.
Rumusan
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan
sosial.
Rumusan
X: Versi Populer
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan
diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah
yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai
rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD
1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan
suatu” pada sub anak kalimat terakhir.Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Rumusan
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.