6:46 PM 0
  1. KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM UUD 1945
Menurut pasal 26 ayat(2) UUD 1945, penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Selanjutnya pasal 26 ayat (1) UUD 1945 mengasakan bahwa, warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahakan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Pasal 2 Undang-undang No.12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan mengatur bahwa: “ ynag menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Orang yang tinggal di dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi
  1. Penduduk, yaitu yang memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di wilayah negara itu, yang dapat di bedakan warga negara dengan warga negara asing (WNA)
  2. Bukan penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengn Visa yang diberikan oleh Negara (kantor imigrasi) yang bersabgkutan seperti turis.

  1. PERSYARATAN MENJADI WNI
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah
  1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
  2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
  3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
  4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
  5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
  6. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
  7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
  8. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
  9. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
  10. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
  11. anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
  12. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
     
    Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
    1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
    2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
    3. anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
    4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
    Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut:
    1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
    2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia
    Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
    Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007.
    Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli.
    1. ASAS KEWARGANEGARAAN
    1. Asas Kelahiran (Ius soli)
    Adalah penetuan status kewarganegaraan berdasarkan tempat atau daerah kelahiran seseorang. Pada awalnya asas kewarganegaraan hanyalah asas ius soli saja. Hal itu di dasarkan pada suatu anggapan bahwa seseorang yang lahir di suatu wilayah negara otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut. Lebih lanjut dengan tingginya mobilitas manusia di perlukan asas yang lain yang tidak hanya berpatokan pada kelahiran sebagai realitas bahwa orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda akan menjadi bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di temapy ibunya). Jika asaa soli ini tetap dipertahankan, si anak tidak berhak untuk mendapatkan status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasra itu lah muncul asas sanguins
    1. Asas Keturunan (Ius sanguins)
    Asas keturunan (ius sanguins) adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan keturunan atau pertalian darah. Jika suatu negara menganut asas ius sanguins seseorang anak yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara seperti Indonesia. Anak tersebut berhak mendapat status kewarganegaraan orang tuanya, yaitu warga negara Indonesia.
    1. Asas Perkawinan
    Status Kewarganegaraan dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mriliki asas kesatuan hukum , yaitu paradigma suami isteri atau iktan keluarga merupakan inti masyarakat yang mendambakan suasana sejahtera, sehat, dan bersatu. Disamping itu asas perkawinan mengandung asas persamaan derajat karena suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaran masing-masing pihak. Asas ini menghindari penyelendupan hukum, misalnya seorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut, setelah mendapat kewarganegaraan itu ia menceraikan istrinya.


    PEWARGANEGARAAN (Naturalisasi)
    Dalam Naturalisasi ada yang bersifat aktif dan ada pula yang bersifat pasif. Dalam Naturalisasi aktif seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak untuk menjadi warga negara dari suatu negara, sedangkan dalam naturalisasi pasif seesorang yang tidak mau di warganegarakan oleh suatu negara atau tidak mau di beri status warga negara suatu negara dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.


    Sehubungan dengan problem status kewarganegaraan seseorang, apabila asas kewarganegaraan di atas di terapkan secara tegas dalam sebuah negara, akan mengakibatkan status kewarganegaraan seseorang mengalami hal sebagai berikut
    1. Apatride, yaitu seseorang tidak mendapat kewarganegaraan disebabkan oleh orang tersebut lahir di sebuah negara yang menganut asas ius sanguinis.
    2. Bipatride, yaitu seseorang akan mendapatkan dua kewarganegaraan apabila orang tersebut berasal dari orang tua yang mana negaranya menganut asas ius sanguinis sedangkan dia lahir di sutu negara yang menganut asas ius soli.
    3. Multipatride, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di perbatasan antara dua negara.
    Kedudukan Warga Negara di Indonesia
    Dalam sistem kewarganegaraan di Indonesia, Kedudukan warga negara pada dasarnya adalahsebagai pilar terwujudnya Negara. Sebagai sebuah negara yang berdaulat dan merdeka Indonesiamempunyai kedudukan yang sama dengan negara lain di dunia, pada dasarnya kedudukan warganegara bagi negara Indonesia diwujudkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentangkewarganegaraan, yaitu :
    1. UUD 1945
    Dalam konteks UUD 1945, Kedudukan warga negara dan penduduk diatur dalam pasal 26 yaitu :
    1.Yang menjadi warga negara ialah orang-orang warga Indonesia asli dan orang-orang
    bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara.
    2.Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang tinggal di Indonesai.
    3.Hal-hal mengenai warga negara penduduk di atur dengan UU.
    2.UU No. 3 tahun 1946
    Undang-undang No.3 ialah tentang warga negara dan penduduk negara adalah peraturan derivasidibawah dibawah UU 1945 yang digunakan untuk menegakan kedudukan Negara RI denganwarga negaranya dan kedudukan penduduk negara RI.
    3.UU No. 62 tahun 1958
    UU No.62 tahun 1958 merupakan penyempurnaan dari UU tentang kewarga negaraan yangterdahulu. UU No. 62 tahun 1958 tenang kewarganegaraan RI merupakan produk hukumderivasi dari pasal 5 dan 144 UUD RI 1950 yang sampai saat ini masih berlaku dan tetapdigunakan sebagai sumber hakum yang mengatur masalah kewarganegaraan di Indonesai setelahkurang lebih 48 tahun berlaku, dan saat ini dinilai sudah tidak sesuai lagi. Pernasalahankewarganegaraan yang semakin kompleks ternyata tidak mampu ditampung oleh undang-undangini.
    4.UU No.12 tahun 2006
    RUU Kewarganegaraan yang baru ini memuat beberapa subtansi dasar yang lebih revolusioner
    dan aspiratif, seperti :
    1.Siapa yang mnjadi warga negara Indonesia
    2.Syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
    3.Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia
    4.Syarat dan tata cara memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia
    5.Ketentuan pidana
    Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia
    Warga negara adalah sama kedudukannya, hak dan kewajibannya. Setiap individu mendapatperlakuan yang sama dari negara. Ketentuan ini secara tegas termuat dalam konstitusi tertinggikita, yaitu UUD 1945 Bab X sampai Bab XIV pasal 27 sampai pasal 34. berikut ini dijelaskansecara lebih rinci terntang persamaan kedudukan warga negara, dalam berbagai bidang kehidupan.
    1.Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah
    Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalamhukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak adakecualinya.” Pasal ini juga memperlihatkan kepada kita adanya kepedulian adanya hak asasidalam bidang hukum dan politik.
    2.Persamaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan(ekonomi)
    Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan danpenghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal ini memencarkan persamaan akan keadilansosial dan kerakyatan. Ini berarti hak asasi ekonomi warga negara dijamin dan diaturpelaksanaanya.
    3.Persamaan dalam hal kemerdekaan berserikat dan berkumpul (politik)
    Pasal 28 E ayat (3) menetapkan warga negara dan setiap orang untuk berserikat, berkumpul, danmengeluarkan pendapat. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokratisdan memberi kebebasan yang bertanggung jawab bagi setiap warga negaranya untukmelaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang politik.
    4.Persamaan dalam HAM
    Dalam Bab X A tentang hak asai manusia dijelaskan secara tertulis bahwa negara memberikandan mengakui persamaan setiap warga negara dalam menjalankan HAM. Mekanismepelaksanaan HAM secara jelas ditetapkan melalui pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J.
    5.Persamaan dalam agama
    Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dankepercayaannya itu.” Berdasar pasal ini tersurat jelas bahwa begara menjamin persamaan setiappenduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keinginannya. Agama dan kepercayaan terhadapTuhan YME dijalankan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
    6.Persamaan dalam upaya pembelaan negara
    Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam upaya pembelaan negara.” Lebih lanjut, pasal 30 UUD 1945 memuat ketentuanpertahanan dan keamanan negara. Kedua pasal tersebut secara jelas dapat kita ketahui bahwanegara memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara yang ingin membelaIndonesia.
    7.Pesamaan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan
    Pasal 31 dan 32 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dankedudukan yang sama dalam masalah pendidikan dan kebudayaan. Kedua pasal ini menunjukanbahwa begitu konsen dan peduli terhadap pendidikan dan kebudayaan warga negara Indonesia.Setiap warga negara mendapat porsi yang sama dalam kedua masalah ini.
    8.Persamaan dalam perekonomian dan kesejahteraan sosial
    Persamaan kedudukan warga negara dalam perekonomian dan kesejahteraan diatur dalam BabXIV pasal 33 dan 34. pasal 33 mengatur masalah perekonomian nasional yang diselenggarakanberdasar atas asas kekeluargaan dengan prinsip demokrasi ekonomi untuk kemakmuran rakyatsecara keseluruhan. Selanjutnya pasal 34 memuat ketentuan tentang kesejahteraan sosial danjaminan sosial diman fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (pasal 1) dannegara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayananumum yang layak (pasal 3).
    Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara di Indonesia
    Dalam NKRI, semua warga negar mempunyai kedudukan yang sama dalam bidang ekonomi,
    politik, hukum, sosial, budaya, agama dan pertahanan keamanan.
    Berikut ini dijelaskan lebih lanjut wujud persamaan kedudukan warga negara di indonesia dalam
    berbagai bidang kehidupan.
    1.Bidang ekonomi
    Setiap individu memiliki kesamaan untuk melakukan usaha ekonomi seperti berdagang,bertani, berkebun, menjual jasa, dsb. Untuk memenuhi dan meningkatkan taraf hidupnya.
    2.Bidang budaya
    Setiap warga negara mempunyai kesamaan hak dalam mengembangkan seni, misalnya
    berkreasi dalam seni tari, seni lukisseni musik seni pahat seni bangunan dsb.
    3.Bidang politik
    Setiap orang memiliki hak politik yang sama, yakni individu berhak memilih, menjadi
    anggota salah satu partai, atau mendirikan partai politik.
    4.Bidang hukum setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama, yakni berhak untuk
    mengadakan pembelaan, penuntutan, berperkara di depan pengadilan, dsb.
    5.Bidang agama setiap warga negara di berikan kedudukan yang sama dalam memeluk
    agama, menjalankan ibadah dan ritual keagamaannya, berpindah agama ataupun belajar
    tentang agama tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
    Sebagai warga negara yang baik serta guna terwujudnya persamaan harkat dan martabatwarga negara sebagai manusia, secara bersama-sama kita wajib saling menghargai ,menghormati prinsip persamaan kedudukan sesama warga negara.
     



7:59 AM 0
MATERI LANJUTAN KELAS XII

PERIODISASI UUD NEGARA INDONESIA
A.    UUD 45 (periode pertama 18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Sejarah UUD 1945 berasal dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 45 yang sedianya akan dibacakan pada tgl 17 agustus bersamaan PROKLAMASI. Tetapi pada saat itu keadaan sangat genting, maka naskahnya ketinggalan dikantor BPUPKI di jln Diponegoro.sehingga hanya dibacakan teks proklamasi saja. Dan hari berikutnya tgl 18 kalimat proklamasi itu tercantum dalam PJ yang akhirnya disempurnakan dengan menghapus dan menambahkan beberapa kata dan ditetapkan sebagai UUD45.UUD 45 tidak bisa dipisahkan dari pada sumbernya yaitu pidato bung karno pada tgl 1 juni 45.didepan Badan Penyelidik Untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Pidato tersebut menjadi berkas kerja panitia sembilan/BPUPKI, untuk merumuskan apa yang disebut sebagai deklarasi kemerdekaan.Panitia 9 terdiri atas daribeberapa golongan islam,nasinalis dan Kristen.yaitu:
1.             Ir. Sukarno
2.             Drs. Moh. Hatta
3.             Mr. A.A Maramis
4.             Abikusno Tjikrosoejoso
5.             Abdulkahar Muzakir
6.             H Agus Salim
7.             Achmad Subardjo
8.             K.H. Wachid Hasjim
9.             Muh Yamin
Berkas kerja tersebut disistematiskan dirumuskan menjadi kesepakatan bangsa yang merupakan deklarasi kemerdekaan.Hingga tgl 22Juni baru terselesaikan.yang terdiri dari:
1.             Pembukaan terdiri dari 4 alenia
2.             Batang tubuh terdiri dari 16 BAB 37 pasal, 4 pasal aturan perlalihan dan 2 ayat aturan tambahan.
3.             Penjelasan terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan demi pasal.
Dan disahkan oleh BPUPKI/PPKI tgl 18 Agustus 1945.
Pokok-pokok system pemerintahan Negara yang dirumuskan dalam 7 kunci pokok system pemerintahan adalah:
1.             Negara Indonesia berdasarkan Hukum (rechtsetaat)
2.             Pemerintahan berdasarkan system konstitusi (hukum dasar) tidak absolutisme (berdasarkan kekuasaan belaka)
3.             Kekuasaan tertinggi Negara berada ditangan MPR
4.             Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi dibawah MPR.
5.             Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
6.             Menteri Negara adalah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR
7.             Kekuasaan Negara tidak tak terbatas(dibatasi).
Hal-hal pokok yang diatur dalam UUD 45
1.             Bentuk Negara adalah kesatuan, artinya hanya ada satu kedaulatan dalam Negara yang dikendalikan oleh pemerintahan pusat.
2.             Bentuk pemerintahan adalah republik, artinya kepala Negara dipilih untuk masa jabatan tertetu.
3.             System cabinet adalah presidential artinya menteri bertanggung jawab kepada presiden.
4.             Lembaga Negara terdiri dari MPR, DPR Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, BPK {Bdn Pemeriksa Keuangan}, MA(lembaga tinggi Negara).
Sistematika Konstitusi UUD 45 adalah
1.             Pembukaan terdiri dari 4 alenia
2.             Batang tubuh terdiri dari 16 BAB 37 pasal. 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan
3.             Penjelasan terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan dari pasal demi pasal
B. KONSTITUSI RIS (Periode 27 Desember 1949- 17 Agustus 1950)
Konstitusi RIS ditetapkan dgn keputusan Presiden RIS No 48 tgl 31 Januari 1950.Diundangkan dalam lembaran Negara thn 1950 No3 tgl 6 Februari 1950.
Sistem Pemerintahan :
Lama periode : 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
Pokok-pokok system penyelenggaraan menurut konstitusi RIS adalah:
1.             Negara berbentuk federasi atau serikat, artinya Negara didalamnya terdiri dari Negara Negara bagian yang masing-masing Negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negeri.
2.             Kedaulatan dilakukan oleh pemerintah bersama DPR dan senat.
3.             Pemerintah adalah presiden dan para menteri.
4.             Presiden dipilh oleh orang-orang yang dikuasakan pemerintahbagian.
5.             Presiden adalah kepala Negar
6.             Presiden tidak dapat diganggu gugat
7.             Sistem kabinet parlementer, yaitu menteri bertanggung jawab kepada DPR dipimpin oleh Perdana menteri
8.             Menganut lembaga bilateral terdiri dari senat dan DPR.senat adalah wakil dari Negara bagian atau daerah.Setiap daerah memiliki dua wakil.
Hal-hal pokok yang diatur:
1.             Bentuk negara dari kesatuan menjadi federasi/serikat.
2.             Sistem pemerintahan berubah dari kabinet presidensil menjadi parlementer.
3.             Tidak mengenal jabatan wakil Presiden.
Sistematika Konstitusi RIS atau UUD RIS adalah:
1.             Mukadimah atau pembukaan terdiri dari 4 alenia
2.             batang tubuh terdiri dari VI bab dan 197 pasal
Rumusan dasar Negara Pancasila :
1.             Ketuhanan Yang Maha Esa
2.             Peri Kemanusiaan
3.             Kebangsaan
4.             Kerakyatan
5.             Keadilan Sosial
Dampak pemerintahan ini mengakibatkan ketidak stabilan politik dan pemerintahan.Pemerintah menjadi lemah dan banyak pemberontakan atau gerakan sparatisme.
C.  UUD S 1950 (17 agustus 1950 – 5 juli 1959)
Disahkan 15 agustus 1950 dimuat dalam UU nomor 7 tahun 1950 dan diundangkan dalam lembaran Negara nomor 56 tahun 1950.
Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Lama periode : 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : RepublikSistem
Pemerintahan : ParlementerKonstitusi : UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
Pokok-pokok system penyelenggaraanya:
1.             Indonesia adlh Negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan
2.             Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama DPR.
3.             Presiden adalah kepala Negara dibantu wakilnya.
4.             Presiden dan wakil dipilih menurut undang-undang
5.             Presiden tidak dapat diganggu gugat.
6.             Presiden dpt membubarkan DPR
7.             Sistem kabinet parlementer
8.             DPR dipilih melalui pemilu dngn masa jabatan 4 thun.
9.             DPR dpt memaksa menteri meletakkan jabatan.
10.         Lembaga Negara terdiri dari Presiden dan wakil presiden, menteri, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan.
11.         Konstituante bersama pemerintah selekasnya menetapkan UUD pengganti UUDS.
12.         Konstituante dipilih melalui pemilu.
Sistematika atau isi pokok UUDS 1950
1.             Pembukaan terdiri dari 4 alenia.
2.             Batang tubuh terdiri dari VI BAB dan 146 pasal.
Hal-hal pokok yang diatur dalam UUD S 1950 adalah:
1.             Bentuk Negara berubah dari federal/serikat mjd Negara kesatuan.
2.             Sistem cabinet parlementer.
3.             Presiden dapat membubarkan DPR
4.             Dikenal dengan masa demokrasi liberal.
Nama-nama cabinet yang pernah berkuasa pada masa liberal
1.             Kabinet Nasir
2.             Kabinet Soekiman
3.             Kabinet Wilopo
4.             Kabinet Ali I
5.             Kabinet Burhanudin Harahap
6.             Kabinet Ali II
7.             Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya
Setiap kabinet dipimpin Perdana Menteri. Sebagai kepala pemerintahan dan kelemahanya system cabinet hanya bertahan dalam waktu singkat.
D. UUD 45 (periode ke dua 5 juli 1959-1999)
Pada saat itu presidem Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satunya kembali ke UUD 45 UUD 45 yang berlaku pada masa awal Proklamasi tanpa ada perubahan, sehingga sistematika dan hal-hal pokok yang diatur didlmnya tetap sama.
Isi dekrit Presiden:
1.             Pembubaran Konstituante
2.             Berlakunya kembali UUD 1945
3.             Tidak berlakunya lagi UUDS 1950
4.             Pembentukan MPRS dan DPAS dlm waktu singkat
Tetapi pada masa itu terjadi pemberontakan G-30 S/PKI th 1965
Hingga ada unjuk rasa yg disebut TRI TURA
1.      Bubarkan PKI
2.      Bersihkan kabinet dari unsur PKI
3.      Turunkan Harga
Masa berlaku UUD 45 dipisahkan antara orde lama (5 juli 1945 – 11 Maret 1966) dan orde baru 11 Maret 1966- 1999). setelah dikeluarkan Supersemar 11 maret 1966
Sistem Pemerintahan Periode (Orde Lama)
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : RepublikSistem
Pemerintahan : PresidensialKonstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
Sistem Pemerintahan Periode (Orde Baru)
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Kedua masa tersebut menggunakan naskah yang sama tetapi dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan yang berdampak pada penyalenggaraan pemerintah.
Pada masa orde baru juga banyak penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan ketidakstabilan pemerintahan dan keterpurukan terjadi hingga kepmerintahan saat itu yang dipegang Suharto dan mengundurkan diri pada th 1998
E.  UUD45 AMANDEMEN (berlaku 19 Oktober 1999- sampai sekarang)
Pada tahun 1998 muncul gerakan reformasi yang salah satunya menuntut amandemen UUD 45. Maka UUD 45 yang digunakan sampai sekarang mengalami 4 kali perubahan
Sistem Pemerintahan Periode 1999 – sekarang
Lama periode : 21 Mei 1999 – sekarang
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Pokok-pokok system pemerintahan Negara RI menurut UUD 45 amandemen adalah:
1.             Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik.
2.             Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
3.             Negara Indonesia adalah Negara hukum
4.             MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu
5.             Presiden memegang kekuasaan menurut UUD 45.
6.             Pemilu dilaksanakan untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan wakilnya dan serta DPRD.
7.             DPR memiliki fungsi legislasi anggaran dan pengawasan.
8.             BPK merupakan lembaga yang bebas mandiri yang berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
9.             Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dipegang oleh Mahkamah Agung.
Sistematika UUD 45 amandemen terdiri dari:
1.             Pembukaan terdiri dari 4 alenia
2.             Pasal-pasal
 
 
HAL LAIN YANG MERUPAKAN REFERENSI
 
1. UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945? Sebab, pada saat itu MPR belum terbentuk. Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada beberapa hal yang perlu kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan system pemerintahan. Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai Negara UUD Negara RI UUD Sementara 1950 UUD 1945
Urutan periode pelaksanaan UUD di Indonesiakesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan.
Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”. Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi Negara yang lain berada di bawah MPR.
Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa system pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam system ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Perlu kalian ketahui, lembaga tertinggi dan lembaga lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
    2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1. Didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3. Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar.
Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran. Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hokum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya.
Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer.
Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing- masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan  adalah menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Lembaga-lembaga Negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
    3. Periode Berlakunya UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD Negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal. Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing- masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
Lembaga-lembaga Negara menurut UUDS 1950 adalah :
a) Presiden dan Wakil Presiden
b) Menteri-Menteri
c) Dewan Perwakilan Rakyat
d) Mahkamah Agung
e) Dewan Pengawas Keuangan
Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda.
Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1. Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.
4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan kon- flik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya control DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat danluwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.
    5. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 – Sekarang
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
Setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita.
Setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk dan juga terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah : UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sumber: Setjen MPR
a) Presiden
b) Majelis Permusyawaratan Rakyat
c) Dewan Perwakilan Rakyat
d) Dewan Perwakilan Daerah
e) Badan Pemeriksa Keuangan
f) Mahkamah Agung
g) Mahkamah Konstitusi
h) Komisi Yudisial
B. PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN TERHADAP KONSTITUSI
Dalam praktik ketatanegaraan kita sejak 1945 tidak jarang terjadi penyimpangan terhadap konstitusi (UUD). Marilah kita bahas berbagai peyimpangan terhadap konstitusi, yang kita fokuskan pada konstitusi yang kini berlaku, yakni UUD 1945.
1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 masa awal kemerdekaan, antara lain
Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca: eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 4 aturan peralihan yang berbunyi ”Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”.
Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Hal ini bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 UUD 1945.
2. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Lama, antara lain:
a. Presiden telah mengeluarkan produk peraturan dalam bentuk Penetapan Presiden, yang hal itu tidak dikenal dalam UUD 1945.
b. MPRS, dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960 telah menetapkan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN yang bersifat tetap.
c. Pimpinan lembaga-lembaga negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri negara, yang berarti menempatkannya sejajar dengan pembantu Presiden.
d. Hak budget tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan;
e. Pada tanggal 5 Maret 1960, melalui Penetapan Presiden No.3 tahun 1960, Presiden membubarkan anggota DPR hasil pemilihan umum 1955. Kemudian melalui Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 tanggal 24 Juni 1960 dibentuklah DPR Gotong Royong (DPR-GR);
f. MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui Ketetapan Nomor III/MPRS/1963.
3. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Baru
a. MPR berketetapan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahanterhadap UUD 1945 serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen (Pasal 104 Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Tata Tertib MPR). Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 UUD 1945 yang memberikankewenangan kepada MPR untuk menetapkan UUD dan GBHN, serta Pasal 37 yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk mengubah UUD 1945.
b. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum yang mengatur tata cara perubahan UUD yang tidak sesuai dengan pasal 37 UUD 1945
Setelah perubahan UUD 1945 yang keempat (terakhir) berjalan kurang lebih 6 tahun, pelaksanaan UUD 1945 belum banyak dipersoalkan. Lebih-lebih mengingat agenda reformasi itu sendiri antara lain adalah perubahan (amandemen) UUD 1945. Namun demikian, terdapat ketentuan UUD 1945 hasil perubahan (amandemen) yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah, yaitu anggaran pendidikan dalam APBN yang belum mencapai 20%. Hal itu ada yang menganggap bertentangan dengan Pasal 31ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD Tahun 1945 dapat disederhanakan dalam bagan di bawah ini. Penyimpanganterhadap UUD Tahun 1945 Masa Setelah Perubahan Masa Orde Baru:
(1)  Masa Orde Lama Masa awal Kemerdekaan dalam bentuk Penetapan Presiden
(2)  Pidato Presiden sebagai GBHN
(3)  Pimpinan lembaga Negara sebagai menteri
(4)  Hak budget tidak berjalan
(5)  Pembubaran DPR oleh Presiden
(6)  Pengangkatan Presiden Seumur Hidup
a) MPR tidak berkehendak merubah UUD 1945
b) Mengeluarkan Tap MPR tentang referendum Anggaran pendidikan dalam APBN belum sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945
c)  KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN Menerapkan sistem parlementer
C. HASIL-HASIL PERUBAHAN UUD 1945
Perubahan Undang-Undang Dasar atau sering pula digunakan istilah amandemen Undang-Undang Dasar merupakan salah satu agenda reformasi. Perubahan itu dapat berupa pencabutan, penambahan, dan perbaikan. Sebelum menguraikan hasil-hasil perubahan UUD 1945, kalian akan diajak untuk memahami dasar pemikiran perubahan, tujuan perubahan, dasar yuridis perubahan, dan beberapa kesepakatan dasar dalam perubahan UUD 1945. Oleh karena itu, perhatikan uraian di bawah ini dengan seksama.
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain :
a) UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif, khususnya dalam membentuk undangundang.
b) UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlaluluwes (fleksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir).
c) Kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.
Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan,antara lain :
a. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
c. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945.
d.Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan Negara secara demokratis dan modern.
e. Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan ne-gara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
f. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.
Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar yang penting kalian pahami. Kesepakatan tersebut adalah :
1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
2. Tetap mempertahankan NKRI
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normative akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh).
Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme siding MPR yaitu:
 a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.
Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR adalah sebagai berikut:
Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tgl. 19 Oktober 1999 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD 1945 sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan. Perubahan Pertama terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat, yaitu :
Pasal yang Diubah Isi Perubahan
• 5 ayat 1                       : Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
• Pasal 7                         : Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil     Presiden
• Pasal 9 ayat 1 dan 2     : Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
• Pasal 13 ayat 2 dan 3: Pengangkatan dan Penempatan Duta
• Pasal 14 ayat 1            : Pemberian Grasi dan Rehabilitasi
• Pasal 14 ayat 2            : Pemberian amnesty dan abolisi
• Pasal 15                       : Pemberian gelar, tanda jasa dan kehormatan lain
• Pasal 17 ayat 2 dan 3: Pengangkatan Menteri
• Pasal 20 ayat 1 – 4      : DPR
• Pasal 21                       : Hak DPR untuk mengajukan RUU
Perubahan kedua ditetapkan pada tgl. 18 Agustus 2000, meliputi 27 pasal yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu:
Bab yang Diubah Isi Perubahan
• Bab VI                        : Pemerintahan Daerah
• Bab VII                       : Dewan Perwakilan Daerah
• Bab IXA                      : Wilayah Negara
• Bab X                          : Warga Negara dan Penduduk
• Bab XA                       : Hak Asasi Manusia
• Bab XII                       :  Pertahanan dan Keamanan
• Bab XV                       : Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
Perubahan ketiga, ditetapkan pada tgl. 9 November 2001, meliputi 23 pasal yang tersebar 7 Bab, yaitu:
Bab yang Diubah Isi Perubahan
• Bab I               : Bentuk dan Kedaulatan
• Bab II              : MPR
• Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
• Bab V              : Kementerian Negara
• Bab VIIA        : Pemilihan Umum
• Bab VIIB         :  BPK
• Bab VIII
Perubahan Keempat, ditetapkan 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta
1. Butir yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa:
a.UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
b. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. c.Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya kedalam Bab III tentang “Kekuasaan PemerintahanNegara